Merah Putih di Dadaku


Siangsiang. Panasnya bukan main. Sambil menggendong bayi 2.5blnku yg lagi nyusu, ku sapu lantai rumah yg lebar ini, rasanya ngosngosan.

Sampai juga ke ruang tamu. Buka pintu depan anginnya kencang nian. Debunya kembali beterbangan. Dng susah payah kukeluarkan segala rupa debu dan kotoran dari dalam. Lega.

Bayiku sdh lelap ternyata. Kuatur posisi gendongannya. Kuambil toples isi kacang telor sisa lebaran. Cuma aku yg doyan. Suami alergi telurnya. Sofia nggak suka kacang tanahnya. Rejeki mamanya.

Ku makan sambil duduk di teras depan. Entah mengapa hatiku gundah. Gundah memandang bendera merah putih yang berkibar diterpa angin. Gundah pada presiden yg seperti tak punya nyali. Seperti wayang yang jalannya ditetah dalang. Gundah pada sesama warga negara yg tak mau mentolelir keyakinan warga negara lain. Gundah pada warga negara yg bersikeras menolak Pancasila. Gundah pada warga negara non muslim yg dipaksa berjilbab. Gundah pada warga negara yg diusir dari tanah lahirnya. Gundah pada TKW yg disiksa majikannya di luar negaranya. Gundah pada warga negara yang ngotot mengimpor budaya kolot negara lain. Gundah pada para koruptor yang tidak ditembak mati.
Gundah gundah ndah ndah dah dah ah ah

Bayiku melek. Kususui lagi. Tibatiba basah. Ngompolin rokku sedalamannya. Kremmus! Sekali emplok tiga empat kacang telor ku kunyah. Lalu Sofia dan ayahnya minta ijin nonton karnaval 17an di alunalun kota. MERDEKA!! Pekikku gundah di dalam dada.

20130818-133516.jpg


Tinggalkan Balasan