Minggu pertama Sofia sakit panas 3 hari 2 malam. Kami mengira dia kecapekan balik dari mudik 2 minggu. Jadinya dia 3 hari, Senin sampai Rabu, nggak masuk sekolah. Kamis dia kembali ke sekolah dan Jumatnya kami ijinkan dia mengikuti kelas renang di di sekolahnya. Kami anggap dia sudah sehat. Dan hari Sabtunya kami semua mengikuti family gathering di sekolahannya.
Pulang dari family gathering Sofia tampak kepayahan. Mana kehujanan lagi. Akhirnya hari Minggunya Sofia panas lagi. 3 hari badannya demam sampai 39 derajat celcius. Dia juga jadi ngantukan. Yang biasanya susah tidur, kini dia nempel bantal langsung lelap. Trus gitu tiap pagi dia selalu nampak sehat, mainan sendiri muter kesana kemari. Tapi siangnya badannya mulai panas lagi sampai malam. Akhirnya minggu kedua ini diapun nggak masuk dari Senin dan mulai masuk hari Kamisnya.
Anak ini kalau demam tingkahnya seperti anak nggak sakit. Jadi ortunya juga cuek. Baru yang minggu kedua kemaren itu sempet saya kasih parasetamol sekali. Ya cuma sekali saja. Soalnya dia nampak payah banget dan memperlihatkan tanda-tanda sakit, lemes dan mata sayu.
Rabu itu sebenernya panasnya sudah turun. Jadinya mau nggak mau dia saya ajak besuk temen di RS Puri Indah. Sebelumnya kami ajak ke showroom dulu. Tak dinyana kami nunggu lama di rumah sakit dan jadinya seharian penuh sampai malam dia diluar bersama kami. Nampaklah dia sangat kecapekan. Duh, maafin mama dan ayah ya nak!
Sabtunya kami harus kembali ke showroom, Sofia juga harus ikut karena memang nggak ada orang yang jagain dia dirumah. Paginya dia mencret-mencret. Sudah 3 kali ke kamar mandi. Langsung saya buatkan dia perasan kunyit. Ternyata mampet. Setelah makan siang di Kopitiam Oey, saya ajak dia nyusul ayahnya yang sudah di showroom duluan.
Sampai malam juga urusan di showroom dan Sofi mengeluh terus perutnya sakit namun nggak minta ke kamar mandi. Tengah malam dia kebangun minta pup dan mengeluh sakit perut. Ternyata mencret lagi. Langsung saya buatkan perasan kunyit + madu lagi.
Tiga hari kedepannya dia tetep mengeluh sakit perut. Saya agak was-was. Hasil dari browsing saya takut dia kena demam berdarah yang demamnya model pelana kuda. Yaitu dua tiga hari panas tinggi kemudian beberapa hari turun sama sekali lalu panas lagi. Dan sakit perut serta diare setelah demam pelana kuda juga merupakan tanda-tanda DB.
Tapi Sofia panasnya naik turun. Bukannya yang panaaasss terus tapi nggak turun-turun walau dikasih penurun panas. Dan juga tak ada bintik-bintik dikulit tubuhnya. Tapi saya tetep senewen karena katanya DB sekarang nggak pake bintik-bintikan. Suami meyakinkan saya bahwa ini bukan DB soalnya kalau DB anaknya pasti lemes banget. Soalnya dia sudah pernah kena DB 13 tahun yang lalu. Dia malah curiga Sofi kena tipes/typus. Tapi saya lihat lidahnya enggak putih.
Selama dia mengeluh sakit perut dan mencret, setelah beberapa kali saya kasih perasan kunyit tetep nggak mempan, akhirnya kami putuskan memberinya norit. Sehari sekali saya kasih dia norit selama 3 hari. Alhamdulillah hari rabunya fesesnya mulai membentuk. Tapi tetep mengeluh sakit perut.
Ohya, selama sakit perut dia nggak pernah kentut. Walau sudah saya kasih minyak kayu putih berulang kali tetep nggak keluar tuh kentut. Saya jadi mulas sendiri membayangkan rasanya kalau nggak kentut. Untung hari Senin pas si mbak masuk dia saranin kasih parutan bawang merah. Langsung saya buatkan dan saya balurin keperut dan belakang perut. Tak lama kemudian benar saja dia kentut. Hahaha, senang kali kita walau baunya bisa membunuh ikan selaut! Malamnya saya kasih lagi dia bawang merah. Selanjutnya beberapa kali bisa kentut.
Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa kami tak segera membawa Sofia ke dokter. Biar segera tuntas keluhan-keluhan Sofia. Jawabannya adalah: Dengan track record Sofia yang lulus S3 yaitu saya susuin ASI sampai umur 2 tahun tanpa tambahan susu formula [sejak umur 1 th sesekali saya kasih susu segar] dan pola makan Sofia yang terlatih mau memakan segala jenis makanan baik sayur dan buah-buahan, hal itu membuat kami PD dan tak lekas panik menghadapi Sofia yang sakit. Kita pakai logika saja, toh semua penyakit membutuhkan waktu untuk sembuh dan kami selalu memberi kesempatan daya tahan tubuh Sofi yang telah terbentuk untuk bekerja secara maksimal. Saya juga berusaha tak malas memberikannya obat-obatan yang tersedia didapur terlebih dahulu. Juga rela begadang memangku anak yang rewel. Alhamdulillah selama ini usaha tersebut berhasil.
Kesimpulan kami tentang sakit Sofia selama 3 minggu itu adalah karena kecapekan. Ditambah istirahat yang tidak optimal sehingga sakitnya tak lama pergi dan datang lagi. Alhamdulillah sejak Kamis kemarin dia sudah masuk sekolah lagi. Walau Jumatnya belum kami ijinkan ikut kelas berenang. Yang penting kini sakit perutnya sudah hilang dan wajah serta senyum cerianya telah kembali.