Sedihnya Menyapih Sofia


2524298710_e2104906b4_m
Alhamdulillah, 9 Juni tahun ini Sofia akan genap berumur 2 tahun. Itu berarti waktunya untuk saya menyapih dia. Sebagai informasi, saya memang menyusui sofi dari lahir sampai sekarang. Selain karena saya merasa hak seorang bayi mendapat ASI juga karena dalam Alquran mengisyaratkan kepada kita untuk menyusui bayinya sampai usia 2 tahun. Disamping itu, rasanya luar biasa bisa menyusui anakku sendiri sampai sejauh ini.
Kamis minggu kemarin mbah utinya Sofi datang. Beliau akan membantu menghandle Sofi selama saya kuliah karena ayahnya akan lomba lagi di Vegas minggu ini (bukan judi di kasino lho ya). Saat inilah saya dan suami rasa tepat untuk menyapih Sofi, karena ada ibuku yang siap membantu.

Sedihnya saat embahnya datang Sofia sedang sakit. Sebenarnya dia enggak panas atau batuk atau pilek. Cuma dia sedang mencret tapi bukan diare karena intensitas BABnya normal sekali sehari. Memang beberapa hari ini dia susah makan. Hanya makan camilan saja. Makan pake sayur hanya sayuran tertentunya saja yang dimakan, begitu pula dengan telor dan ikan, dia hanya makan telornya saja atau ikannya saja. Sebagai pengganti nasi (karbohidrat) untung dia mau saya rebusin ketela pohon atau ubi jalar sebagai variasi, sereal dan roti tawar dia juga suka.

Kamis pagi embahnya datang. Lalu seharian Sofi sudah kami bilangin kalo nenen mama sudah habis. Kami ganti dengan minum teh tapi susu ultranya tetap saya berikan juga air putih. Waktu tidur siang dia tertidur dengan sendirinya mungkin karena capek bermain dengan embahnya. Padahal biasanya dia takkan tidur kalau tidak sambil nenen.

Malamnya sepulang saya kuliah pukul 8.30 malam, dia merengek minta nenen tapi segera dialihkan perhatiannya oleh ibu saya. Menjelang dia tidur malam, dia mulai lagi merengek minta nenen tapi selalu diambil alih ibu saya. Digendongnya dia namun tetap saja tak mau tidur. Hanya lupa lalu mengajak bermain dan bermain lagi. Sudah larut malam dan saya capek. Ibu suruh saya tidur duluan biar dia yang nemenin Sofi. Sofi terus merengek menangis minta nenen, digendong dan dilipurlah oleh ibuku dan akhirnya karena capek nangis dan ngantuk akhirnya dia tidur. Dia tidur bersama embahnya.

Tengah malam saya terbangun lalu mengangkat Sofi untuk tidur dengan saya dan ayahnya. Tapi tidak begitu lama dia terbangun dan merengek dan menangis sejadinya minta nenen. Saya beri minum air putih tidak mau lalu diambil alih ibu saya sampai dia tertidur lagi kecapekan.

Sampai pagi Sofia terbangun seperti itu hingga empat kali. Waktu terbangun yang kedua saya minta ijin embahnya biarlah saya nenenin dia dulu. Toh saya baru berniat belajar menyapih dia bukannya langsung melarang dia menyusu saya. Tapi saya  malah dimarahin sama mbah uti juga mbah kakung. Mereka bilang kalau disapih ya disapih jangan setengah setengah. Akhirnya saya diam saja dan kembali tidur karena nguantuk sekali. Dan lagi-lagi Sofia juga tertidur lagi karena capek menangis dan sangat ngantuk.

Tapi tidak begitu lama lagi-lagi dia terbangun minta nenen. Tapi kali ini dia menangis meraung-raung minta nenen. Tangisnya seperti orang yang sudah ketagihan nenen tapi nggak dapet nenen. Tangisannya sangat menyakitkan hati saya. Kedengarannya begitu sedih sekali dia tak boleh menyusu pada mamanya. Dalam hati saya mungkin seperti ini orang sakau itu kalau ketagihan. Saya tak mampu menahan perasaan saya. Saya sedih melihat anak saya menangis seperti itu. Saya sedih mengapa sesuatu yang saya miliki yang ingin diminta oleh anakku tidak boleh saya berikan padanya. Saya membayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yang dipisahkan dengan anaknya. Saya tak tahan dan akhirnya saya pun menangis sesunggukan. Saya bilang kalau anak saya masih mencret dan yang saya ketahui kalo menyapih anak si anak harus dalam keadaan sehat. Tapi ibu dan bapak saya bilang,"udah, nggak papa. Lillahita’ala aja biar disapih nanti malah sehat. Liat saja nanti pasti makannya jadi banyak." Malah saya disuruh nangis nggak papa. Memang biasanya ibunya nggak tega katanya. Sofi yang tertidur lagi karena ngantuk beratpun terbangun lagi karena saya ciumi dan peluki dan juga mendengar saya menangis. Saya bilang ke Sofi,"Sofi, walau Sofi sudah nggak nenen mama lagi, tapi mama tetap sayang lho ya sama Sofi. yaa, mama tetap sayang sama Sofi nak". Suami saya hanya bisa menghibur saya dengan memeluk dan menguatkan hati saya menghadapi Sofia dan orangtua saya sendiri.

Setelah puas menangis mengeluarkan isi hati saya, saya sholat subuh lalu tidur lagi bersama Sofi sampai siang. Dan sampai sekarang sesekali Sofi minta nenen lalu kami bilang nenen mama sudah habis, nenennya sakit nak, karena Sofia sudah besar dan sudah pinter. Nanti nenennya buat adiknya Sofi gantian yaa.., ledek ayahnya. Lucunya lagi kalau dia inget nenen dia akan ngomong sendiri,"Nenen mama habis, sakit ya ma? iyaaa Apia sudah besarrr", katanya dengan kepala geleng kekanan dan kekiri.  Alhamdulillah, so far saya telah berhasil menyapih Sofia. Sakitnya juga sudah sembuh (setelah saya bawa ke puskesmas karena mencret sudah 3 hari) dan nafsu makannya pun mulai meningkat lagi.



Tinggalkan Balasan