Tentang kambing hitam ditulisan saya sebelumnya benar-benar bukan isapan jempol. Puncaknya sebenarnya minggu ini. Karena dalam dua minggu waktu UAS, jadwal saya semuanya diminggu pertama. Tapi kalo sedang ujuan saya malah tenang. Hebohnya malah kalau kuliah day-to-day-nya. Saya sampai kolaps. Tepatnya minggu kemaren. Dua hari setelah Ibu saya pulang ke kampong. Tiap kali datang menstruasi, dihari-hari pertama kondisi badan saya selalu drop. Bisa dipastikan tensi saya turun drastis bahkan sampai 70/90. Trus yang kemarenan juga begitu.
Sakit kepala sebelah sudah saya rasakan sejak menjelang sore. Bukan masuk angin tapi semacam migren. Dan juga badan saya biasa-biasa saja. Untuk mengantisipasi (biasanya manjur) saya minta suami membelikan sate kambing di gerobak mangkal langganan kami (sebelah Volvo Pasar Minggu). Makan malam dengan sate sudah amblass, sangobion sudah saya telan. Sayapun menemani Sofi nonton Disney sampai jam 9 malam. Tapi kepala saya sudah berdenyut-denyut hebat sejak jam delapan. Namun saya tahan-tahan. Karena tak tahan, saya panggil suami di kamar kerjanya yang sedang mengejar deadline jam satu dini hari.
Suami bingung. Antara mengejar deadline. Merawat saya. Atau meladeni Sofi yang minta temen main. Saking nggak kuatnya saya sampai menangis. Bayangkan, dengan posisi bagaimanapun kepala saya tak memberi jeda sedetikpun untuk tak sakit. Duduk sakit. Berbaring sakit. Merem sakit. Melek apalagi. Dan itu semua dibarengi rasa mual.
Saya pun pindah dari depan TV ke tempat tidur. Saya sudah tak peduli lagi dengan deadline suami. Sofiapun saya abaikan. Yang saya inginkan hanya tidur untuk melupakan sakit ini. Tapi apa yang terjadi. Saya tiba-tiba malah teringat teman sebangku saya waktu SMA, Mita Rosyana, yang telah meninggal dunia dua tahun lalu. Saya sedih karena setahun kemudian baru tahu kabar itu. Saya menangis sejadi-jadinya (tanpa suara dan bukan meraung-raung loh). Dan sakit itu juga makin menjadi-jadi. Saya merasa seperti mau mati. Tapi saya tak yakin apa begitu rasanya mau mati.
Tak menunggu lama setelah saya berbaring tiba-tiba…
Ya begitulah. Semua yang ada dilambung saya sudah pindah di atas tempat tidur. Sampai bersih kali karena dibilas berkali-kali. Untungnya perlak alas tidur Sofia yang masih suka ngompol sudah saya gelar. Jadi selamat deh. Nggak ngotorin tempat tidur hehehe…
Eh, enggak ketawa dulu deng. Awalnya saya berpikir. Kalau udah bisa “vomit” pasti kepala saya entengan. Tapi apa yang terjadi. Tetep saja ternyata. Teh hangat yang dibuatkan suami saya teguk setengah. Saya mau tidur! Harus tidur! Sofia yang dari awal melihat saya “vomit” tampak sekali salah tingkahnya. Dia lalu lalang sendiri. Kesana kemari serba salah. Saya tak mampu untuk sekedar mengomentari tingkah lakunya. Kasihan dia.
Saya coba tidur tapi Sofia yang ingin menunjukkan rasa sayangnya pada saya malah mengganggu saya. Dia ngusel-usel pengen minta dikelonin. Karena terbujuk rasa tak mau kehilangan kantuk yang mulai menyengat mata. Keinginan marahpun keluar juga. Tapi setelah saya minta “DIAM! Kalo mau mama kelonin!” diapun diam memeluk saya dan saya tak tahu lagi kapan dia benar-benar tidur karena saya sudah bersumpah untuk tidur dan akhirnya terlelap sampai esok harinya.
Paginya, rasa pening masih samar-samar terasa. Tak saya biarkan dia enak-enakan nongkrong dikepala saya. Saya tetap mengerjakan rutinitas pagi saya. Masak, beres-beres dan segala pernak-perniknya untuk melupakannya dan berhasil. Semoga ini tak terulang lagi. Jangan ya!