"Afia mau dimandiin mama!", jawab Sofi tadi pagi waktu ibuku (embahnya Sofi) menanyakan padanya mau mandi sama siapa. Beberapa hari kemaren dia memang minta dimandiin ibuku terus. Karena baru Jumat kemarin beliau datang, mungkin Sofia kangen dimandiin embahnya. Yang pasti dia merasakan perbedaan mandi dengan embahnya dengan mandi dengan saya. Tapi selama mandi dengan embah, Sofi pasti lupa sikat gigi.
Setelah badan sudah bersih dari sampo dan sabun saya bilang pada Sofi, "sekarang sikat gigi dulu ya nak?!", "iya ma, sikat gigi", jawabnya. Saya taruh sedikit pasta gigi kesukaannya diatas sikat lalu saya serahkan dia. Sofia sudah bisa memegang sikat gigi dan menyikat giginya dengan benar untuk anak seusia dia (23 bulan) setelah saya beri contoh cara memegang dan menyikat gigi (anak ini daya ingatnya sangat tinggi dengan apa yang pernah saya ajarkan).
Awalnya dia hanya menghisap-hisap sikatnya saja (pasta gigi Sofi aman bila tertelan). "Ayo disikat dengan benar!", pintaku sambil berjongkok. Lalu dia menyikatkan sikatnya sekali saja kemudian dibuat mainan setelah pasta giginya habis dia hisap-hisap. Saya sadar saya harus tetap sabar. "Mama bantuin sikat gigi ya nak?", "NGGAK MAU!". Saya diam saja dan dia tetap main-main dengan sikatnya. "Ayo disikat yang bener! kalo nggak disikat dengan bener nanti bisa sakit gigi trus harus minum obat lho!" kataku panjang lebar dengan nada agak tinggi seraya saya ambil alih sikatnya. Namun dia bersi keras memegang sikatnya. Dia malah marah, "NGGAK MAU! NGGAK MAU! NGGAK MAU! NGGAK MAU!" dan dilemparnya sikat itu masuk ke ember. Saya diam saja. Ibu saya yang sedang didapur menimpali,"biarin saja tho nduk kalo biasanya mau, anak kecil ini." Saya tetap diam tidak menjawap kata-kata ibu saya.
Dengan tetap jongkok berusaha mata saya tetap sejajar dengan mata Sofi, saya diam dengan terus memandanginya dengan tatapan (pura-pura) sedih bercampur marah. Sesekali dengan diam juga Sofi memandang mata saya, sesekali juga dia melemparkan pandangannya ke obyek lain tapi saya tetap tak bergeming memandanginya.
Kira-kira 2 menit kami diam seperti itu. Akhirnya Sofi mengambil sikat yang masuk kedalam ember dan,"ini ma, buat sikatan Apia","Oh ya, sini sofi mama sikatin dulu ya, itu giginya masih ada sisa makanan, biar sofi nggak sakit gigi. Mamakan sayang sama Sofi, jadi mama nggak mau Sofi Sakit gigi". Saya perhalus nada ucapan saya dan saya beri alasan sejelas mungkin, karena Sofia selalu mendengarkan alasan-alasan saya. Setelah saya cium sambil berkata anak mama pinter, saya sikatin gigi sofia dengan lancar karena dengan senang hati dia Hiiiii dan Haaaaa. Selesai sikatan dia bilang,"Apia pinter ya mah? iyaaa Apia pinterrr…. tuuu gak papa kan…?", katanya sambil menggelengkan kepala kekanan dan kekiri. "Iya anak mama pinter dan hebat", jawab saya.
Setelah itu seperti biasa dia minta sisa air di ember diguyurkan ke badannya. Lalu kulilitkan handuk dibadannya dan keluar dari kamar mandi. Ibu saya yang melihat dari dapur tersenyum. Saya balas senyumnya dengan mengedipkan kedua mata. Begitulah Sofi bila merasa dia yang salah.