Sepasang Relawan Jokowi


Senin, 19 Mei, saya dan suami kaget melihat berita di TV yg menayangkan kesanggupan Jokowi menjadi capres PDIP. Rasanya tak percaya. Kami girang. Tersenyum lebar. Hati kami lega.

Jauh hari kami sering berandai-andai Jokowi nyapres tahun ini. Tapi angan itu kerap kami pupuskan sendiri. Kami tak berani meneruskan angan itu karena merasa tidak mungkin. Hingga TV mengabarkan Jokowi nyapres, maka angan kami mulai nampak bisa jadi nyata.

Sejak itu kami sudah berbulat tekat menyoblosnya. Bahkan kami tidak mau tahu siapa capres yang lain dan siapa cawapresnya kelak, kami seakan tutup mata. Yang penting tokoh idaman sungguhan nyapres, tenang dan tinggal nunggu waktu nyoblos tiba.

Rupanya kami sangat salah. Memasuki masa kampanye, hidup kami malah menjadi tidak tenang sejak kami begitu menginginkan Jokowi yang jadi presiden.

Musabab ketidaktenangan itu datangnya bertubi-tubi. Awalnya adalah fitnah-fitnah yang ditujukan kepada Jokowi yang kami tahu itu adalah kebohongan besar. Kami tak tenang ketika fitnah itu ditulis di media cetak, online maupun elektronik, lalu disebar di media sosial.

Kami semakin tidak tenang menikmati hidup melihat teman maupun saudara sendiri ikutan menyebarkan berita fitnah nan bohong itu di akun media sosial mereka.

Ketenangan kami pecah ketika orang tua kami yang notabene tidak bisa mencari mana berita benar dan mana yang salah seperti rakyat Indonesia kebanyakan pun ikut termakan fitnah itu.

Kami merasa tak pantas hidup tenang ketika tahu bahwa lawan Jokowi dengan strateginya sedemikian rupa mengacaukan pikiran rakyat Indonesia yang kebanyakan masih susah menelusuri kebenaran sebuah informasi.

Kami merasa Tuhan mendengar doa kami, tapi Dia belum mengabulkannya. Maka kami pun harus berusaha agar doa pendukung Jokowi terkabul. Maka kami tergerak menjadi relawan Jokowi.

Awalnya saya menyatakan diri di akun facebook sebagai relawan juru kampanye. Saya dan suami pun bergerak di dunia maya. Sejak itu banyak perdebatan yang terjadi. Perdebatan yang menguras tenaga, pikiran, dan perasaan yang begitu melelahkan. Karena kami berdebat dengan teman baru maupun lama, teman baik, dan juga saudara sendiri.

Masa kampanye yang berlangsung sebulan itu rasanya berjalan sangat lambat. Kami ingin ini segera berakhir. Segera nyoblos Jokowi. Segera menikmati hidup kami dengan ketenangan lahir batin lagi. Karena banyak konsekwensi kami hadapi selaku relawan jurkam di dunia maya: suami yang bekerja di rumah kacau tak bisa fokus kerja, kami sering tidur kelewat malam karena rasanya waktu tak cukup untuk menangkis serangan fitnah yang begitu masif itu. Jadwal sehari-hari ikut berantakan karena sering tidur setelah subuh. Tapi kami ikhlas karena kami yakin sedang membela kebenaran dan kami juga merasa perlu memaklumi karena percaya hal ini akan berakhir tanggal 9 Juli. Tapi ada lucunya juga, ada keromantisan yang “lain” diantara kami. Keromantisan yang hanya ada dimasa kampanye pilpres ini hehehe.

Kami terus memantau perkembangan apapun tentang pilpres. Dan pada akhirnya, seminggu lagi masa kampanye berakhir. Saya menonton di youtube video yang diunggah oleh Jakartanicus: “Anies Baswedan’s Great Speech: Mengapa Jokowi?” Sebelumnya Suami telah lebih dulu menontonnya. Selesai menonton saya termangu. Rupanya menjadi jurkam di dunia maya dapat dikatakan tidak menjamin memperbanyak pemilih Jokowi-Jk. Perlu turun ke dunia nyata agar efeknya lebih konkrit. Saya pun tergugah!

Sebagai relawan mandiri, kami berbagi tugas. Suami ke posko seknas Jokowi di kota kami Jepara untuk meminta materi kampanye. Dapat 50an lembar sticker dan dua buku tentang Jokowi.

Kami sengaja ingin turun kejalan di hari terakhir masa kampanye. 5 Juli, selepas sholat dhuhur kami sekeluarga keluar rumah. Suami memfotokopi selebaran “10 Alasan Memilih Jokowi” sebanyak 50 lembar. Lalu menuju pusat kota yaitu area pertokoan pecinan Jepara.

Awalnya saya akan menyebar selebaran dan sticker ini di pasar, tapi takut melanggar aturan tentang larangan kampanye di fasilitas umum. Karena tidak ingin melanggar aturan kampanye yg lain yaitu dilarang melibatkan anak-anak, kami sepakat, suami di mobil menemani dua putri kami (8 tahun & 1 tahun) Sedangkan saya yang beredar.

Aduh. Campur aduk rasanya. Takut dicemooh. Menanggung malu. Terbayang-bayang asas LUBER lah yang paling menghantui. Sebelum keluar mobil saya berusaha menenangkan diri. Menarik nafas dalam dan mengeluarkannya pelan. Berusaha ceria dan percaya diri. Saya pun minta di foto di dalam mobil karena tak punya nyali bergaya di luar dan ketahuan orang saya pendukung Jokowi. Suami pun menguatkan saya dengan tatapan mesranya. Si sulung juga menguatkan mamanya. Ini penting untuk mencontohkan pada putri kami yang ’homeschooling’ tentang bela negara. Akhirnya dengan tekat bulat dan hati bergetar saya buka pintu mobil lalu keluar. Bismillah..

Seingat saya harus santun dan tidak mendikte. Saya tegakkan bahu lalu melangkah. Pertama saya masuk ke toko perhiasan. Dan inilah kata-kata yang meluncur: siang bu, ini dari relawan jokowi,,silahkan buat baca-baca dulu..yang penting tgl 9 jangan lupa nyoblos ya bu..biar surat suaranya tidak di salah gunakan..

Saya kaget. Ternyata saya bisa dan berani! Tak terasa kelimapuluh selebaran dan sticker itu habis. Saya tersenyum juga tertawa dalam hati: I did it!

Banyak reaksi saya terima. Kebanyakan sumringah. Yang cemberut hanya beberapa. Ketahuan mereka milih siapa hehehe. Senang rasanya dapat salam dua jari dari tukang parkir yang juga relawan Jokowi dari desa lain. Geli dan malu-malu senang juga dapat salam dua jari dari sekumpulan bapak-bapak di kios reparasi yang minta kaos. Mereka tak percaya saya relawan mandiri.

Inilah pertama kalinya dalam hidup saya merasa sungguh-sungguh berbuat nyata demi negara. Rasa bangga begitu membuncah di hati saya. Sampai kini masih terasa sensasi itu. Tak terlupakan. Rasanya sulit untuk mempercayai apa yang telah saya lakukan.

Tanggal 9 Juli datang dan meninggalkan rasa sedih karena tak berhasil meyakinkan Bapak dan Bapak mertua untuk memilih Jokowi-Jk. Tapi kami tetap menghormati pilihan mereka yang penting alasannya bukan karena percaya dengan fitnah yang ada.

Pada akhirnya Tuhan sungguh mengabulkan doa kami dan mewujudkan mimpi kami menjadi nyata. Jokowi secara resmi menang dan kami pun tersenyum karena pada akhirnya Bapak dan Bapak mertua menyesal telah memilih lawan Jokowi. Merdeka!

20140905-201826.jpg


2 tanggapan untuk “Sepasang Relawan Jokowi”

  1. ibu yani, sy salah satu penggemar jokowi sejak beliau dari solo.
    tapi saya tidak seberani ibu yani sampai menjadi relawan. saya hanya mengagumi dalam hati dan dalam pembicaraan dengan suami di rumah. termasuk yang sedang terjadi di dewan dengan segala perubahan yang ada sehingga menjadi seperti sekarang ini cerita negara kita. Saya tidak bisa bayangkan apa yg tjadi nanti pada saat beliau memimpin negara ini dengan kondisi dewan seperti skr ini.
    Saya hanya bisa berdo’a semoga Jokowi-jk dan jajarannya solid dan bersih sehingga rakyat selalu mendukungnya.

Tinggalkan Balasan